Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif Administrasi Publik
Oleh Marisa Kusuma Putri SST., M.Stat. - 156 view - 10 August 2022 20:15
Ringkasan Artikel
Reformasi birokrasi yang pernah dilakukan dibeberapa negara pada umumnya berkaitan dengan dua dimensi yaitu dimensi keorganisasian dan dimensi SDM aparatur.
1. Dimensi keorganisasian berkaitan dengan struktur, budaya organisasi, teknologi organisasi, hukum dan peraturan perundang-undangan.
2. Dimensi SDM aparatur meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, perilaku, mindset, disiplin, integritas, kinerja.
Praktek birokrasi sampai akhir era orde baru yang penuh KKN memberi image buruk pada wajah birokrasi Indonesia. Sebuah survei melaporkan indeks integritas layanan publik Indonesia berada pada peringkat 70 dari 109 negara, di bawah negara Timor Leste, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Survei tersebut menunjukkan layanan administrasi merupakan komponen terburuk dengan berada pada peringkat 97 (Mungiu-Pippidi et al., 2017). Dalam persepektif administrasi publik, good governance merupakan muara dari penyelenggaraan pelayanan public yang membutuhkan kompetensi birokrasi untuk mendesain dan melaksanakan kebijakan (Ndue, 2005). Birokrasi yang seharusnya menjadi alat untuk mengentaskan kemiskinan, menumbuhkan perekonomian dan mempersempit kesenjangan justru dijadikan alat untuk memperkaya diri dan golongan.
Runtuhnya orde baru menandakan perlu nya penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih baik. Memasuki era reformasi, pembaharuan di segala bidang dilakukan bahkan UUD 1945 juga diamandemen hingga empat kali. Selain itu, sistem desentralisasi juga diterapkan dengan tujuan agar potensi yang dimiliki daerah dapat dimaksimalkan termasuk dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sayangnya formula yang diterapkan tidak serta merta berhasil. Birokrasi dianggap gagal merespon krisis ekonomi dan politik yang timbul. Kegagalan yang ditentukan oleh faktor kekuasaan, insentif, akuntabilitas, dan budaya birokrasi (Dwiyanto et al., 2002).
Pengalaman Reformasi Birokrasi di Dunia
Cina: restrukturisasi organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dilakukan agar fungsi birokrasi berjalan dengan efisien (UN, 1997). Reformasi administrasi CIna berhasil merevitalisasi dan memperkuat fungsi makro planning, dan manajemennya.
Amerika Serikat: Menganggap revolusi industry berpotensi menciptakan persoalan. Birokrat membuat kebijakan publik yang lebih terarah dan berpihak pada masyarakat (Haning, 2015). Reformasi di USA disebut Re-inventing Government. Di era tersebut muncul klaim bahwa entrepreneurial government tidak dapat dielakkan.
Hong Kong: Merespon tantangan ekonomi post-industri dan pasca lepasnya dari Inggris, negara harus meningkatkan kapasistas administrasi. Menjadikan reformasi administrasi menjadi agenda utamanya. Sayangnya kebijakan ini dikritik karena hanya fokus pada perbaikan administrasi dan tidak menyentuh aspek perilaku birokrat.
Afrika: reformasi pemerintahannya menyangkut reformasi fungsi-fungsi pemerintahan, pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, pelayanan publik, dan kepegawaian.
Kenya: melakukan inovasi pelayanan publik yang disebut dengan “the Huduma Kenya”. Inovasi yang memprioritaskan penyediaan layanan public yang berkualitas kepada citizen.
Eropa Kontinental: reformasi birokrasi Model Neo-Weberian State (NWS).
Kesimpulan Saran Artikel:
Ada 2 (dua) aspek yang sangat mendesak perlu dilakukan RB Indonesia yaitu penataan-ulang struktur birokrasi yang terlalu besar. Kedua, perubahan mindset agar birokrat lebih mengedepankan kepentingan publik dari pada kepentingan pribadi (pragmatis) dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Penulis Artikel
Mohammad Thahir Haning